Kamus Feminis 2.0: Memperluas Jangkauan Istilah Bahasa yang Setara
“Kata ‘Deaf’ memiliki dua makna. ‘Deaf’ menggunakan huruf ‘D’ besar berarti identitas seseorang, sementara ‘deaf’ dengan huruf ‘d’ kecil bermakna mengejek,” ujar Nissi, dari Feminist Themis, organisasi feminis yang berfokus pada edukasi feminisme untuk kelompok Tuli.
Penulisan huruf ‘t’ kecil pada istilah ‘Tuli’ berdasarkan KBBI, artinya tidak dapat mendengar karena rusak pendengarannya, atau istilah yang bersifat umum seperti yang orang-orang ketahui yaitu tidak mendengar. Menurut Nissi, sebagai orang Tuli, penulisan dan definisi ini kurang tepat, maka dia mengusulkan agar Tuli masuk dalam kamus feminis Jakarta Feminist.
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk manusia dan menjadi wahana komunikasi secara lisan maupun tulisan dan sebagai alat untuk menyampaikan isi pikiran, dan bentuk ekspresi.
Pada tahun 2022 kemarin, Jakarta Feminist meluncurkan edisi pertama dari kamus feminis. Kamus feminis ini merupakan kamus Bahasa Indonesia yang ditujukan untuk memperbaiki istilah dan definisi agar lebih tepat dan tidak merugikan bagi kelompok rentan, terutama dalam peningkatan kesadaran masyarakat dan pemberitaan media.
Kamus feminis ini dibuat karena menyadari adanya kekosongan bahasa dan sulitnya menemukan padanan kata yang lebih tepat untuk digunakan oleh masyarakat luas. Edisi pertama dapat diunduh di situs web Jakarta Feminist.
“Kamus feminis berfungsi untuk menerjemahkan istilah yang lebih humanis dan pas untuk advokasi, serta bisa ditambahkan menjadi salah satu instrumen advokasi ke pemerintah,” ujar Naila Rizqi, Manajer Advokasi Jakarta Feminist pada FGD Revisi Kamus Feminis Akar Rumput Jilid 1 yang diadakan di Jakarta, pada Kamis, 9 Februari 2023.
FGD yang menghadirkan 14 perwakilan berbagai jaringan Jakarta Feminist ini membuahkan bermacam rekomendasi istilah yang akan ditambahkan atau direvisi dalam edisi kedua kamus feminis. Misalnya, istilah ‘rehabilitasi’ yang bermakna berlipat dalam konteks yang berbeda, dan istilah ‘agensi’ yang berasal dari Bahasa Inggris ‘agency’ dan berkaitan dengan kemampuan seseorang, namun ada implikasi berbeda dalam Bahasa Indonesia, yaitu instansi iklan atau hukum.
Penggunaan kata yang kurang tepat dan dihaluskan agar terdengar sopan malah bisa menyebabkan satu kelompok mendapatkan penindasan. Misalnya, istilah yang berkaitan dengan kelompok disabilitas, LGBTQ+, dan suku dan etnis tertentu.
“Istilah ‘shemale’, misalnya, [adalah] kata merendahkan yang digunakan sebagai penghalusan kata dan merujuk pada teman-teman transpuan. Selain itu, khas digunakan dalam konteks pekerja seks transpuan,” ujar Hisyam Ikhtiar Mulia, Research and Program Associate dari LBH Masyarakat. Jadi baiknya kata ini dihindari dalam penggunaan serta tidak muncul dalam kamus karena merendahkan dan cenderung bersifat kebencian.
Selain meluruskan penggunaan bahasa yang tidak tepat, kamus feminis ini berfungsi sebagai rujukan agar masyarakat dan media tidak lagi menggunakan penghalusan kata yang berpotensi mendiskriminasi dalam bahasa komunikasi sehari-hari.
Dalam kata lain, pembangunan perspektif dan nilai-nilai kesetaraan yang baik dimulai dari penggunaan bahasa yang tepat.
Edisi kedua kamus feminis akan diluncurkan pada semester kedua tahun 2023. Terima kasih kepada semua kawan-kawan yang menjadi terlibat dalam penyusunannya!